Copyright © tempatMP
Design by Dzignine
Rabu, 07 Maret 2007

bu, aku masih anakmu kok....

kalo aku mendengar kisah dari temen2, ada saja ujian yang harus dilalui sepasang manusia yang sudah terikat pernikahan. baik itu pasangan baru atau pasangan yang sudah bertahun-tahun membina rumah tangga. tentu saja ujian itu disesuaikan oleh Allah dengan kapasitas dan kesanggupannya.


ujian itu perlu untuk membuktikan sejauh mana komitmen dan kekuatan cinta mereka dipertahankan. dengan demikian, ikatan yang terjalin akan semakin erat, ato bisa juga akan semakin renggang. kita pun jadi tau karakter asli pasangan kita. ketika kita mendapatkan ujian, kita patut berkaca diri dan menerima dengan lapang dada. ujian bisa jadi sebuah teguran atas kelalaian kita.


kalo aku sih, mungkin belum apa2 ujiannya. aku yakin, masih banyak orang yang mengalami ujian yang lebih berat.


sejak nikah, aku tinggal bersama suami di rumah peninggalan mertua alm. waktu berkunjung ke rumah ortu-ku menjadi lebih jarang. paling dalam sepekan hanya beberapa hari. itu pun dengan menyempatkan diri mampir setelah pulang kerja. di rumah ortu paling hanya 2-3 jam. bahkan pernah hanya 1 jam saja. klo ingin agak lama, aku mampir siang-sore di hari minggu.


interaksi dengan ortu juga makin kurang, hanya dengan via telepon saja. untuk sering2 ke rumah itu nggak mungkin karena aku punya tanggung jawab di rumah suamiku.  ini aja masih banyak yg terbengkalai. apalagi klo sering2 mampir ke rumah ortu.


bapak alhamdulillah sudah siap melepas kepergian anaknya mengikuti suami. jadi nggak ada masalah deh. beda dengan ibu. ibu masih belum rela melepas anaknya pergi. setiap hari ibu selalu menangis bila teringat aku. sekarang bahkan batuknya suka kambuh terus. setiap aku menelepon, selalu nangis. kalo pun nggak nangis saat nelepon, ya sesudah telepon ditutup (gitu sih kata bapak).


duhai ibu... tentu saja aku nggak ingin begini terus. aku sebenarnya sudah menyiapkan diri ibu untuk menerima ini. dengan dialog, ngobrol waktu sebelum nikah. sebagai perempuan tentu aku harus mengikuti suamiku, bukan orang tua lagi. ibu sebenarnya sih sudah paham. namun maklum deh, namanya juga orang tua, rasa kasihnya kadang membuat berat untuk berpisah. ibu inginnya aku dan suami tinggal di rumah saja. tapi suamiku ingin tinggal di rumahnya karena itulah amanat dari ibundanya almh.


pernah suatu hari ketika iparku ada yang datang berkunjung, kemudian di saat bersamaan ibu memintaku datang. suamiku menginginkan aku tetap di rumah menemui iparku. bingung deh. waktu itu aku memilih memenuhi keinginan suami. ibu langsung sedih berat, nangis hingga batuknya kambuh lagi. ibu klo udah batuk and sesak nafas, susah bangun dari tempat tidur. aku langsung disms oleh kakak agar cepet pulang. ternyata ibu ngambek karena mengira aku lebih mendahulukan ipar dibanding ibu. sudah mulai melupakan ibu dan tidak menghiraukan ibu lagi.


duh, bukan itu maksudku sebenarnya. aku coba berkali2 menjelaskan, meminta bantuan kakak-adik di rumah juga, untuk memahamkan ibu kondisiku sekarang. ibu sih sudah memahami itu. tapi katanya, tetap aja seperti ada yang mengiris di hatinya. huhuhuhu....


aku sejujurnya paham sekali perasaan ibu. tapi aku tetap nggak bisa memenuhi keinginan ibu agar aku kembali ke rumah.  aku tetap usahakan untuk sering2 nelepon. menanyakan kabar ibu walo harus menahan perasaan karena aku tahu di ujung telepon ibu pasti menangis. aku sih ingin belajar adil membagi perhatian.


yang pasti, aku tetap anakmu kok, bu. nggak akan melupakan ibu. hanya saja,  aku nggak bisa bersama-sama ibu terus... semoga suatu saat ibu bisa benar2 ikhlas menerima kondisi ini.


doakan ya agar aku jadi istri dan anak yang salehah.

14 komentar:

  1. iya mbak... apa mungkin begitu ya susahnya seorang ibu melepas anak perempuan satu2nya?

    BalasHapus
  2. mungkin enggak cuma untuk anak perempuan aja, mba. anak laki2 pun ada juga yang :)

    BalasHapus
  3. dilema yang sering terjadi,
    antara mendahulukan keinginan suami atau keinginan ibu.
    ada yg bilang, kalo kita udah nikah, bakti kepada suami itu lbh diutamakan daripada bakti ke ortu.

    BalasHapus
  4. sesering mungkin kontak emak, ada waktu sempetin dateng ke rumah emak. kasih emak kado. kasih emak surprise. Just show her that you still care.
    dan ini emang saatnya emak belajar bahwa anak bukanlah miliknya. Belajar utk ikhlas ngelepas anaknya. Insya ALlah sukses ya jeng

    BalasHapus
  5. lebih berat anak laki, karena memang laki-laki milik ibunya dan wanita milik suaminya ... lebih dosa istri gak nurut suami, ibunya juga yang akan kena belakangan ...

    Lebih susah laki-laki karena stereotypenya sebagai makhluk kurang peka, padahal tampang Rambo hati Rinto.

    Kan, ada hadistnya mengenai seorang perempuan yang ditinggal suaminya jihad dan menolak datang ke rumah orang tuanya yang sekarat karena mematuhi permintaan suaminya untuk tidak keluar rumah. Orangtuanya masuk surga karena istrinya menurut.

    Laki2? belum2 ada hadist yang menyatakan bahwa laki-laki menanggung 4 orang wanita (ada di MPnya mbak albirru)... jauh bener surga dari laki-laki ...

    antara mendahulukan keinginan ibu atau istri ...



    BalasHapus
  6. gw mang harus berlatih lebih care lagi kali ya... lu tau kan, gw jarang banget ngasih kado... ke siapapun. hiks hiks hiks....

    BalasHapus
  7. oh... baru tau deh klo laki2 itu berhati rinto... :D

    btw, makasih ya, ternyata ada yg lebih berat lagi ujiannya.

    BalasHapus
  8. hehehehe... ingat ibunya mbak oyo, jadinya...

    BalasHapus
  9. kalo saya dah ngga bisa dikangenin, mengageni, apalagi bertemu ibu...(almarhumah).

    BalasHapus
  10. Ibu, tak ada cinta yang melebihi cintanya pada sang anak.
    Aku juga punya cerita, dulu katanya ( kata tetangga ) waktu aku baru pertama ngeranto, ibu di rumah kaya orang linglung ( maaf ), ampir tiap sore berdiri dipinggir jalan ( kayak orang lagi nunggu ) padahal bisa dipastikan nggak mungkin aku pulang secepat itu ( baru beberapa hari ngerantau ).
    Soal nangis menangis, yang satu ini ngga bisa diilangin, terakhir pulang Februari kemarin, kata kakakku Ibu sempat pingsan sesaat setelah aku berangkat lagi ke Tangerang. Duh, Ibu maafkan anakmu, bukan aku tak paham dengan besarnya kasih sayangmu. Relakanlah aku belajar mandiri, hingga satu hari nanti aku pulang membawa sebuah kado kebanggaan untukmu. Hikhikhik......( jadi pengen pulang lagi neh )

    BalasHapus
  11. hmmm. iya, begitu besar ya cinta ibu. maafkan aku yang kurang memahami.

    BalasHapus