Copyright © tempatMP
Design by Dzignine
Selasa, 07 April 2009

buat yang mau dan nggak mau ikut nyontreng

sebelum memutuskan mau ikut apa nggak... ada baiknya kita belajar dari kisah negara Turki. Turki dulunya adalah pusat kekhalifahan Islam yang akhirnya runtuh. kini Turki sedang berusaha membangun kembali kejayaannya. Semoga umat Islam di Indonesia, bisa memetik pelajaran dari kisah ini.

-------------------

Hidup di bawah tekanan dan penindasan kekuatan sekularis Turki yang menguasai hampir seluruh bidang kehidupan, sipil maupun militer, ternyata tidak memadamkan api keislaman rakyatnya.

Sejak Mustafa Kemal menguasai Turki pada tahun 1923, Yahudi dari Salonika tersebut berusaha keras memisahkan Turki dengan Islam. Bentuk kekhalifahan diganti dengan bentuk Republik sekuler. Mustafa Kemal dan para pengikutnya juga meracuni rakyat Turki dengan mengatakan jika Islam itu identik dengan kekolotan dan keterbelakangan, sedangkan Barat merupakan simbol kemajuan dan modernitas. Mustafa Kemal pun memindahkan ibukota Turki dari Istanbul ke Angora atau Ankara.

Sebagai perwira militer, Mustafa Kemal menggunakan angkatan bersenjata Turki sebagai garda terdepan dalam menghancurkan keislaman. Bahkan angkatan bersenjata Turki dinyatakan sebagai pendukung utama ideologi Kemalis yang sangat anti Islam, dan sebab itu tentara Turki memiliki peran ganda sebagai “Tentara Politik”. Mustafa tentu tidak sendirian, kekuatan Barat senaniasa berada di belakangnya.  

Secara resmi, Sekularisme dijadikan garis politik utama yang sama sekali tidak boleh diganggu-gugat. Semua simbol keislaman dilarang. Adzan harus menggunakan bahasa Turki, jilbab dan peci haji tidak boleh dipakai, pengadilan agama dibubarkan, hukum pernikahan Islam diganti dengan hukum positif sekuler, bahkan pada tahun 1925 Mustafa Kemal melarang adanya kelompok tarekat dan juga ibadah haji bagi warganegaranya.

Sebagai garda terdepan penjaga Sekularisme, angkatan bersenjata Turki berkali-kali melakukan intervensi politik seperti yang terjadi pada tahun 1960-an.

Pemanfaatan Sentimen Keislaman

Hidup di bawah tekanan dan penindasan kekuatan sekularis Turki yang menguasai hampir seluruh bidang kehidupan, sipil maupun militer, ternyata tidak memadamkan api keislaman rakyatnya. Dengan penuh kerahasiaan, tumbuh di berbagai komunitas tarekat-tarekat Islam, terutama Tarekat Nusairiyah. Menjamurnya berbagai tarekat yang mengkhususkan diri di dalam pembinaan ruhiyah anggotanya merupakan ciri khas sistem kekuasaan yang menindas, di mana pun dan kapan pun itu.

Secara resmi negara memang menindas Islam, tapi negara tetap tidak bisa mengenyampingkan kekuatan Islam begitu saja, sebab basis pemilih Muslim yang sangat besar mau tidak mau harus diambil hatinya. Hal inilah yang kemudian menjadi lucu, bagaimana sebuah partai sekuler dan tidak pernah perduli pada Islam misalnya, tetapi memanfaatkan simbol-simbol keislaman untuk berkampanye dan membujuk para pemilih di daerah pedesaan.

Partai yang didirikan oleh Mustafa Kemal sendiri, yaitu Partai Rakyat Republik (CHP) tetap harus memanfaatkan sentimen keislaman untuk bisa memperoleh perolehan suara di hati umat Islam yang taat yang masih sangat banyak berada di pedesaan. Dalam rangka merebut hati umat Islam-lah, CHP pada tahun 1947, melonggarkan simpul asas sekularismenya dan memasukkan kembali mata pelajaran pendidikan agama yang bersifat pilihan di sekolah-sekolah umum, mendirikan pusat-pusat pelatihan calon khatib dan da’i, bahkan Universitas Ankara membuka kembali Fakultas Teologi. Menyusul hal itu, pada tahun 1949, CHP mengizinkan makam dan tempat suci dibuka kembali. Walau begitu, untuk tetak memperkuat asas sekularisme maka CHP memberlakukan pasal 163 UU Hukum Pidana, yang berisi pelarangan propaganda yang menyerang asas utama sekularisme Turki.

Pada Pemilu 1950 dan 1954, CHP dikalahkan Partai Demokrat. Partai sekuler ini pun banyak menunggangi sentimen keislaman guna menarik dukungan dari rakyat. Pengumandangan adzan yang tadinya harus menggunakan bahasa Turki kini boleh menggunakan bahasa Arab kembali, pendidikan keagamaan diperluas, jumlah sekolah-sekolah khatib diperbanyak, masjid-masjid baru dibangun kembali, sedangkan masjid-masjid lama yang pernah ditutup dibuka kembali dan difungsikan sebagaimana semula.

Apa yang dilakukan kubu Partai Demokrat mendapat penentangan keras dari kalangan Kemalis dan angkatan bersenjata. Bahkan mereka menuding Partai Demokrat telah jelas-jelas mengkhianati asas Sekularisme Turki yang diusung Mustafa Kemal. Akhirnya, situasi yang panas tersebut berakhi pada aksi kudeta yang dilancarkan angkatan bersenjata Turki pada pagi dini hari, 27 Mei 1960, dimana unit-unit angkatan bersenjata mengambil-alih semua gedung pemerintah, baik yang berada di Ankara maupun di Istanbul. Semua menteri dan deputi Partai Demokrat ditangkap dan dipenjarakan, termasuk Perdana Menteri Menderes dan Presiden Celal Bayar.

Angkatan Bersenjata Turki dan Kubu Kemalis menatakan diri sebagai garda terdepan dalam menjaga asas Sekularisme. Mereka menyatakan jika kekuatan Islam politik merupakan suatu hal yang harus senantiasa diwaspadai. Walau demikian, kekuatan kubu ini ternyata hanya berpusat di perkotaan dan menjadi jargon kau elit semata. Rakyat Turki di pedesaan tetap menyimpan semangat Islam di dalam hatinya.

Penentangan terhadap sistem Sekulerisme Mustafa Kemal ternyata juga datang dari kelompok kiri Turki. Mereka melihat jika sistem tersebut pada kenyataannya telah memperkaya elit penguasa dan memiskinkan rakyat banyak. Di tahun 1960, berdiri partai kiri pertama dalam sejarah Turki yakni Partai Buruh. Banyak kaum intelektual Turki menjadi anggotanya. Namun walau demikian, penguasa Turki tetap melarang keras Marxisme. Semua buku yang dianggap berbau kiri dilarang.

Pemberangusan terhadap kekuasaan Partai Demokrat oleh agkatan bersenjata dan kubu Kemalis juga menjadi pelajaran berharga bagi kekuatan politik Islam. Mereka meyakini jika kekuatan politik Islam harus mendapat dukungan yang sangat kuat dari rakyat, agar bisa tetap bertahan, dan mereka juga harus pandai bertahan dengan menggunakan jargon-jargon yang tidak “menyakiti” kubu sekular.

Geliat Islam Politik

Ideologi sekularisme ternyata tidak membawa Turki menuju kemakmuran dan keadilan. Perekonomian Turki macet. Sebab itu, dukungan terhadap asas Sekularisme secara amat halus mulai berurang. Perdana Menteri Turgut Ozal (1983-1993) dianggap sebagai orang yang telah berjasa memperbaiki perekonomian Turki, walau masih menganut sistem ekonomi liberal seperti halnya Amerika. Di bawah kekuasaannya, Islam mulai mendapatkan tempatnya kembali di Turki Sekuler. Sejumlah hal yang bisa dicatat adalah diizinkannya bank Islam dari Saudi mendirikan cabang di Turki, juga pembentukan partai-partai “Islam” walau masih menggunakan asas sekularisme.

Erdogan bukanlah tipe seorang pemimpin yang mengklaim sebagai Ketua Gerakan Peduli Tetangga, misalnya, namun membangun pagar tembok rumahnya sendiri setinggi lima meter lebih dan asing dengan tetangganya sendiri.

Di bawah sistem sekularisme yang masih sangat kuat, dimana militer akan secara tegas akan  melibas siapa pun yang berani meruntuhkan asas ini.

Maka kondisi yang nyata ini jelas tidak memungkinkan seorang tokoh Islam atau ulama secara terang-terangan menyatakan diri sebagai pembela Islam atau akan menegakkan syariat Islam.

Sebab itu, tokoh-tokoh Islam di Turki selalu menghindari jargon-jargon keislaman dan lebih mengedepankan jargon-jargon kemanusiaan dan demokrasi. Mereka lebih mengutamakan kerja nyata ketimbang berbicara.

Dan hebat lagi, para tokoh Islam Turki, lebih memilih berjuang di sisi rakyat jelata, membantu mereka yang kekurangan dan ditimpa kemalangan, ketimbang berjuang di sisi penguasa yang hidup dalam berkelimpahan. Rasulullah SAW telah mencontohkan bagaimana Beliau berdakwah Islam dengan memulai dari pencerahan terhadap rakyat jelata, bukan memulai dari mendekati elit negara atau kaum penguasa.

Untuk mendakwahkan Islam sebagai agama yang bersih, peduli, dan menyeluruh, para tokoh Islam Turki menerapkan hal itu pada kehidupan keluarganya sehari-hari. Para tokoh-tokoh Islam itu menyatu dengan kadernya di dalam berdakwah. Jadi tidak ada istilah, hanya kader yang perduli dan bekerja keras memeras keringat, sementara para elit partainya bersenang-senang bersekutu (musyarokah) dengan kelompok elit penguasa atau orang-orang kaya pendukung utama status-quo. Tidak ada istilah hanya para kader yang berlepotan lumpur sawah dan dijemur terik matahari, sementara elit partai kekenyangan makan mewah di hotel-hotel.  

Akhirnya, dalam satu pemilihan demokratis di tahun 1985, Partai Islam Refah keluar sebagai pemenang. Necmetin Erbakan dilantik menjadi Perdana Menteri. Kemenangan Refah dan Erbakan disambut dengan penuh kegembiraan dan harapan oleh rakyat Turki. Namun tentu saja, militer Turki melihatnya dengan penuh kewaspadaan. 

Refah tidak mengklaim sebagai partai Islam militan dan fundamentalis. Walau demikian Refah juga sama sekali bukan “Partai Islam” yang hanya pandai menjual atau memanfaatkan jargon-jargon keislaman dan kemanusiaan. Secara remi, jargon politik yang dikampanyekan Refah adalah mengutamakan keadilan sosial, tradisi, dan etika, juga menolak westernisasi. Walau demikian, Refah juga menyatakan diri memperjuangkan Islam yang khusus yakni Islam yang sesuai dengan karakteristik rakyat Turki.

Refah merupakan partai moderat yang menjunjung nilai demokrasi dan pluralisme. Namun, tahun 1997 Turki melalui tangan militer melarang partai itu ketika dianggap Partai Refah terlalu memperjuangkan Islam. Sejak itulah, dimulai era jatuh bangunnya partai politik "Islam" di Turki. 

AKP dan Erdogan

Saat angin demokrasi bertiup di Turki di awal 1980-an, Recep Erdogan bergabung pada Partai Refah pimpinan Erbakan. Karir politik Erdogan cukup cemerlang disebabkan ia sangat dekat dengan rakyat jelata dan berani bersama-sama rakyat biasa untuk bekerja. Tahun 1994, Erdogan terpilih jadi Wali Kota Istanbul, sebuah kota bersejarah dan metropolitan terbesar dengan penduduk sekitar sepuluh juta jiwa.

Selama menjadi Walikota, Erdogan menegakkan hukum yang adil dan dengan berani banyak membuat kebijakan yang pro-rakyat. Erdogan sama sekali tidak risih memakai seragam pekerja dan bersama-sama rakyatnya melakukan pembersihan jalan. Erdogan pun turun sendiri membagikan kursi-kursi roda pada rakyatnya yang memerlukan.

Semua itu dilakukan bukan sebatas formalitas, tetapi sungguh-sungguh dilakukan. Kehidupan keluarganya pun tidak bisa dikatakan mewah, sehingga hal ini kian mendekatkannya di hati rakyat. Erdogan waktu itu sudah melarang minum-minuman keras.

Banyak kalangan menyandingkan Erdogan dengan Ahmadinejad. Keduanya sama-sama populis, merakyat, sederhana, dan berani menyampaikan kebenaran. kedua pemimpin, baik Ahmadinejad maupun Erdogan, adalah pemimpin yang banyak memberi keteladanan, banyak hal yang telah mereka contohkan kepada rakyat, dan hal-hal yang mungkin telah banyak dilupakan oleh para pemimpin lainnya.

Kepada rakyat, mereka tidak hanya berkata-berkata tapi memberikan contoh serta bukti yang nyata, bahwa pemimpin bukanlah sosok yang tidak bisa dijamah dan digapai oleh rakyatnya, tapi pemimpin adalah pelayan rakyat itu sendiri.

Erdogan bukanlah tipe seorang pemimpin yang mengklaim sebagai Ketua Gerakan Peduli Tetangga, misalnya, namun membangun pagar tembok rumahnya sendiri setinggi lima meter lebih dan asing dengan tetangganya sendiri.

Jika Erdogan menganjurkan kesederhanaan, maka dia dan keluarganya pun menjalani hidup dengan penuh kesederhanaan. Erdogan dan AKP berkeyakinan jika kekuatan Islam harus diawali dengan berjuang bersama-sama rakyat jelata, baru kemudian menuju dakwah ke atas. Bukan "dakwah" yang dimulai dai atas, baru turun ke bawah.

Akhir 1980-an Partai Refah dibubarkan militer Turki. Erdogan pun ikut kena tangkap dan di penjara hanya dengan tudingan telah membaca sebuah puisi yang bernuansa Islam dan menghina sistem sekuler. Namun disebabkan perilakunya yang baik dan santun, pemerintah mengurangi masa hukumannya, sehingga hanya empat bulan. Setelah pembebasannya, Erdogan mendirikan AKP pada 14 Agustus 2001.

Strategi yang dijalankan AKP adalah dengan menggandeng dan memperkuat lobi dengan Eropa ketimbang harus berdekat-dekatan dengan penguasa sekuleris Turki. Di dalam negeri, AKP memfokuskan diri pada pembelaan dan pendampingan terhadap kaum miskin. Bersama-sama rakyat miskin, AKP berjuang menegakkan sistem yang bersih dan berkeadilan, dan melawan segala perilaku korup para penguasa Turki sekularis.

Hal ini dilakukan Erdogan dan kawan-kawan tidak sebatas di bibir saja, melainkan sungguh-sungguh dilakukan. Erdogan dan para tokoh AKP tidak segan-segan bahu-membahu bersama rakyat miskin menggugat penguasa, dan memperlihatkan kepada rakyat Turki bahwa mereka bersih dan tidak korup dengan benar-benar mencerminkannya di dalam kehidupan keseharian mereka.

Alhasil, simpati rakyat Turki pun didapat AKP. Dalam  pemilu November 2002, AKP keluar sebagai pemenang dengan meraup 363 dari 550 kursi yang tersedia di parlemen. Saat itu, sekitar 42 juta orang berhak memberikan suara pada pemilu dimana 14 partai berusaha memenangkan kursi pada parlemen yang beranggotakan 550 orang.

Kenyataan ini tentu tidak menyenangkan kaum sekuler.  Dengan sekuat tenaga mereka tetap berupaya menghalangi Erdogan agar tidak sampai menjadi perdana menteri. Tetapi Erdogan tidak kehilangan akal.

AKP dengan cepat mendukung amandemen konstitusi yang membuka jalan baginya untuk jadi perdana menteri, dan berhasil. Erdogan pun akhirnya menjadi perdana menteri setelah AKP memenangkan  pemilu tahun 2002.

sumber: di sini.... dan di sini

8 komentar:

  1. kata kunci dari semuanya adalah SEMOGA ALLAH MEMUDAHKAN LANGKAH KITA MENUJU KEMENANGAN HAKIKI...amiiin.

    BalasHapus
  2. oh ya, perlu juga dibaca kisah pilu di Aljazair, ketika hampir seluruh parlemen dikuasai partai FIS, dan apa yang terjadi kemudian...everybody knows this...

    BalasHapus
  3. hmmmm..........tetep ga mudeng :D

    BalasHapus
  4. ada pendekatannya yg berbeda.. sehingga hasilnya pun berbeda... karena itu kita bisa ambil pelajarannya jangan sampe terjadi lagi.

    BalasHapus
  5. Turki termasuk kasus yang berbeda dengan Indonesia karena kalau ada yang berani mengusik konsep sekularisme (yang merupakan konsep kufur), akan segera diberangus (ditangkap, dll). Oleh karena itu, cukup wajar kalau partai tersebut tidak berani menyebut Islam secara eksplisit.

    Yang aneh adalah di Indonesia kok partai yang mengatasnamakan Islam alergi mengusung syari'at Islam agar bisa memperoleh kekuasaan. Apakah yang menyebut syari'at Islam secara eksplisit langsung diberangus? Saya lihat ikhwah HT masih baik-baik saja (terlepas dari setuju tidaknya kita dengan langkah yang mereka ambil).

    BTW, perolehan suara AKP di Turki turun pada pemilu baru-baru ini.

    BalasHapus
  6. Turki termasuk kasus yang berbeda dengan Indonesia karena kalau ada yang berani mengusik konsep sekularisme (yang merupakan konsep kufur), akan segera diberangus (ditangkap, dll). Oleh karena itu, cukup wajar kalau partai tersebut tidak berani menyebut Islam secara eksplisit.

    Yang aneh adalah di Indonesia kok partai yang mengatasnamakan Islam alergi mengusung syari'at Islam agar bisa memperoleh kekuasaan. Apakah yang menyebut syari'at Islam secara eksplisit langsung diberangus? Saya lihat ikhwah HT masih baik-baik saja (terlepas dari setuju tidaknya kita dengan langkah yang mereka ambil).

    BTW, perolehan suara AKP di Turki turun pada pemilu baru-baru ini.

    http://www.worldpoliticsreview.com/Article.aspx?id=3527

    BalasHapus
  7. Sudahkah belajar dari Indonesia tahun 1955?

    BalasHapus