Copyright © tempatMP
Design by Dzignine
Senin, 08 September 2008

my future actris and climber




beginilah raihana di usianya yg kesembilan bulan. dah pinter manjat-manjat... dah pinter berekspresi.

tumbuhlah nak seperti engkau adanya

umi tetap sayang walau kamu takut dengan bunga
umi tetap sayang walau kamu ogah maen boneka
umi tetap sayang walau kamu lebih suka maenin kabel atau remote kontrol
umi tetap sayang walau kamu udah dua kali ngilangin anting-anting yang umi beli dengan susah payah

bagi umi, kamu tetap anak umi yang cantik walau orang suka menyangka kamu cowok.
bagi umi, kamu tetap permata hati umi.

jadilah anak yang salehah, bermanfaat bagi umat, dan berbakti pada orang tua.... amieen.
Jumat, 05 September 2008

[artikel] (jangan) berbuka puasa dengan yang manis

artikel dari milis tetangga. just share. klo ada masukan lain, ditunggu komentarnya.

-----------------------------

Di bulan puasa itu, sering kita dengar kalimat 'Berbuka puasalah dengan makanan atau minuman yang manis,' katanya. Konon,itu dicontohkan Rasulullah
saw. Benarkah demikian?

 

Dari Anas bin Malik ia berkata : "Adalah Rasulullah berbuka dengan Rutab (kurma yang lembek) sebelum shalat, jika tidak terdapat Rutab, maka beliau berbuka dengan Tamr (kurma kering), maka jika tidak ada kurma kering beliau meneguk air. (Hadits riwayat Ahmad dan Abu Dawud) Nabi Muhammad Saw berkata: "Apabila berbuka salah satu kamu, maka hendaklah berbuka dengan kurma. Andaikan kamu tidak memperolehnya, maka berbukalah dengan air, maka sesungguhnya air itu suci."

 

Nah. Rasulullah berbuka dengan kurma. Kalau tidak mendapat kurma, beliau berbuka puasa dengan air.

 

Samakah kurma dengan 'yang manis-manis'? Tidak. Kurma, adalah karbohidrat kompleks (complex carbohydrate).

 

Sebaliknya, gula yang terdapat dalam makanan atau minuman yang manis-manis yang biasa kita konsumsi sebagai makanan berbuka puasa, adalah karbohidrat sederhana (simple carbohydrate). Darimana asalnya sebuah kebiasaan berbuka dengan yang manis? Tidak jelas.

 

Malah berkembang jadi waham umum di masyarakat, seakan-akan berbuka puasa dengan makanan atau minuman yang manis adalah 'sunnah Nabi' .

Sebenarnya tidak demikian. Bahkan sebenarnya berbuka puasa dengan makanan manis-manis yang penuh dengan gula (karbohidrat sederhana) justru merusak kesehatan.

 

Dari dulu saya tergelitik tentang hal ini, bahwa berbuka puasa 'disunnahkan' minum atau makan yang manis-manis. Sependek ingatan saya, Rasulullah mencontohkan buka puasa dengan kurma atau air putih, bukan yang manis-manis.

 

Kurma, dalam kondisi asli, justru tidak terlalu manis.

 

Kurma segar merupakan buah yang bernutrisi sangat tinggi tapi berkalori rendah, sehingga tidak menggemukkan (data di sini dan di sini). Tapi kurma yang didatangkan ke Indonesia dalam kemasan-kemasan di bulan Ramadhan sudah berupa 'manisan kurma', bukan lagi kurma segar. Manisan kurma ini justru ditambah kandungan gula yang berlipat-lipat kadarnya agar awet dalam perjalanan ekspornya. Sangat jarang kita menemukan kurma impor yang masih asli dan belum berupa manisan. Kalaupun ada, sangat mungkin harganya menjadi sangat mahal.

 

Kenapa berbuka puasa dengan yang manis justru merusak kesehatan?

Ketika berpuasa, kadar gula darah kita menurun. Kurma, sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah, adalah karbohidrat kompleks, bukan gula (karbohidrat sederhana). Karbohidrat kompleks, untuk menjadi glikogen, perlu diproses sehingga makan waktu.
 
Sebaliknya, kalau makan yang manis-manis, kadar gula darah akan melonjak naik, langsung. Bum. Sangat tidak sehat. Kalau karbohidrat kompleks seperti kurma asli, naiknya pelan-pelan.

 

Mari kita bicara 'indeks glikemik' (glycemic index/GI) saja. Glycemic Index (GI) adalah laju perubahan makanan diubah menjadi gula dalam tubuh.

Makin tinggi glikemik indeks dalam makanan, makin cepat makanan itu dirubah menjadi gula, dengan demikian tubuh makin cepat pula menghasilkan respons insulin.

 

Para praktisi fitness atau pengambil gaya hidup sehat, akan sangat menghindari makanan yang memiliki indeks glikemik yang tinggi. Sebisa mungkin mereka akan makan makanan yang indeks glikemiknya rendah. Kenapa?

 

Karena makin tinggi respons insulin tubuh, maka tubuh makin menimbun lemak.Penimbunan lemak tubuh adalah yang paling dihindari mereka. Nah, kalau habis perut kosong seharian, lalu langsung dibanjiri dengan gula (makanan yang sangat-sangat tinggi indeks glikemiknya) , sehingga respon insulin dalam tubuh langsung melonjak. Dengan demikian, tubuh akan sangat cepat merespon untuk menimbun lemak.

 

Saya pernah bertanya tentang hal ini kepada seorang sufi yang diberi Allah 'ilm tentang urusan kesehatan jasad manusia. Kata Beliau, bila berbuka puasa, jangan makan apa-apa dulu. Minum air putih segelas, lalu sholat maghrib. Setelah shalat, makan nasi seperti biasa. Jangan pernah makan yang manis-manis, karena merusak badan dan bikin penyakit. Itu jawaban beliau.
 
Kenapa bukan kurma? Sebab kemungkinan besar, kurma yang ada di Indonesia adalah 'manisan kurma', bukan kurma asli. Manisan kurma kandungan gulanya sudah jauh berlipat-lipat banyaknya.

 

Kenapa nasi? Lha, nasi adalah karbohidrat kompleks.

 

Perlu waktu untuk diproses dalam tubuh, sehingga respon insulin dalam tubuh juga tidak melonjak. Karena respon insulin tidak tinggi, maka kecenderungan tubuh untuk menabung lemak juga rendah.
 
Inilah sebabnya, banyak sekali orang di bulan puasa yang justru lemaknya bertambah di daerah-daerah penimbunan lemak: perut, pinggang, bokong, paha, belakang lengan, pipi, dan sebagainya. Itu karena langsung membanjiri tubuh dengan insulin, melalui makan yang manis-manis, sehingga tubuh menimbun lemak, padahal otot sedang mengecil karena puasa.

 

Pantas saja kalau badan kita di bulan Ramadhan malah makin terlihat seperti 'buah pir', penuh lemak di daerah pinggang. Karena waham umum masyarakat yang mengira bahwa berbuka dengan yang manis-manis adalah 'sunnah', maka puasa bukannya malah menyehatkan kita.

 

Banyak orang di bulan puasa justru menjadi lemas, mengantuk, atau justru tambah gemuk karena kebanyakan gula. Karena salah memahami hadits di atas, maka efeknya 'rajin puasa = rajin berbuka dengan gula.'

 

Nah, saya kira, "berbukalah dengan yang manis-manis" itu adalah kesimpulan yang terlalu tergesa-gesa atas hadits tentang berbuka diatas. Karena kurma rasanya manis, maka muncul anggapan bahwa (disunahkan) berbuka harus dengan yang manis-manis. Pada akhirnya kesimpulan ini menjadi waham dan memunculkan budaya berbuka puasa yang keliru di tengah masyarakat. Yang jelas, 'berbukalah dengan yang manis' itu disosialisasikan oleh slogan advertising banyak sekali perusahaan makanan di bulan suci Ramadhan.

 

Namun demikian, sekiranya ada di antara para sahabat yang menemukan hadits yang jelas bahwa Rasulullah memang memerintahkan berbuka dengan yang manis-manis, mohon ditulis di komentar di bawah, ya. Saya, mungkin juga para sahabat yang lain, ingin sekali tahu.

 

Semoga tidak termakan waham umum 'berbukalah dengan yang manis'. Atau lebih baik lagi, jangan mudah termakan waham umum tentang agama. Periksa dulu kebenarannya.

 

Kalau ingin sehat, ikuti saja kata Rasulullah:

"Makanlah hanya ketika lapar, dan berhentilah makan sebelum kenyang."

Juga, isi sepertiga perut dengan makanan, sepertiga lagi air, dan sepertiga sisanya biarkan kosong.

 

"Kita (Kaum Muslimin) adalah suatu kaum yang bila telah merasa lapar barulah makan, dan apabila makan tidak hingga kenyang," kata Rasulullah.

 

"Tidak ada satu wadah pun yang diisi oleh Bani Adam, lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah baginya beberapa suap untuk memperkokoh tulang belakangnya agar dapat tegak. Apabila tidak dapat dihindari, cukuplah sepertiga untuk makanannya, sepertiga lagi untuk minumannya, dan sepertiga lagi untuk nafasnya."

 

(HR Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya yang bersumber dari Miqdam bin Ma'di Kasib)

 

Semoga bermanfaat..

Wassalaamu 'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

-----------------------------------------

tulisan lain yang membahas masalah ini ada juga di sini. tapi isinya malah kebalikan dari yang ini. malah melarang makan kurma.

 

aya-aya wae...

 

sumber gambar:

kurma diambil tanpa permisi dari sini

nasi dari sini

Rabu, 03 September 2008

sindrom bingung emak

Anak bayi biasanya itu bingung putting. Maksudnya ya bingung antara susu botol and ASI. Kebanyakan anak yang bingung putting enggan untuk menetek langsung ke ibunya. Tapi tidak dengan raihana.

 

Raihana tidak pernah bingung putting. Minum pake botol oke, minum langsung dari pabriknya juga oke. Nggak ada masalah and selalu abis minumnya. Namun raihana memiliki kebingungan yang lainnya, yaitu bingung emak.

 

Begini ceritanya.

 

Seperti yang pernah aku ceritakan sebelumnya, raihana selalu dititipkan ke neneknya setiap emaknya ini pergi ke kantor. Dari usia 3 bulan sampe hari ini udah jadi anak jalanan. Tiap pagi dan sore selalu bepergian dari ke rumah cagar alam dan rumah nenek rai. Selama delapan jam waktu rai lebih banyak habis bersama nenek-kakeknya. Waktu dengan emaknya dalam sehari memang sisanya, namun kebanyakan diisi agenda tidur rai sebanyak kurleb 10 jam di rumah cagar alam. Jadinya hanya 6 jam bersama emak. Itu juga tidak full bermain. Kebanyakan acaranya ya campur2. Atau emaknya malah berada dalam kondisi sibuk ngurusin rumah and suami. Jadi kurang berkualitas deh. Kecuali hari sabtu-minggu yang emang full bersama emak.

 

Selama 8 jam itu, raihana mengisinya penuh dengan acara bermain. Ya paling diselingi acara bobo siang. Tapi kondisinya sangat berbeda. Di waktu delapan jam itu, raihana benar2 bisa mengeksplorasi segala rasa dan keingintahuannya bermain didampingi neneknya. Jadi sangatlah wajar kalo rai dekat juga ke neneknya.

 

Secara fisik, aku dan ibuku (nenek rai) kata orang memiliki kemiripan wajah dan potongan tubuh (sama-sama kuyus). Sama-sama pake jilbab. Sama-sama punya arti (kali yee) buat rai. Hehehe. Maka tak jarang, apabila ada aku dan ibuku di tempat yang sama, rai kadang bingung. Neneknya kadang-kadang kalah, tapi seringnya aku yang kalah. Rai lebih memilih digendong nenek dibanding emaknya. Neneknya pergi sebentar aja dah nangis. Hehehe. Awalnya sih, aku sedih banget. Tapi ya sudah risiko ya jadi PTM. Yang penting sih, bukan tetangga ini yang jadi “sainganku”.

 

Pernah suatu sore, waktu itu ketika aku pulang kantor hujan deras. Sampe rumah nenek (dalam rangka menjemput rai pulang) hujan turun sangat lebat. Ada petirnya pula. Rai baru aja bangun tidur. Abinya rai juga blm sampe karena terjebak hujan di jalan.

 

Di rumah nenek cuma ada aku, nenek rai, and rai. Raihana ketakutan mendengar suara hujan deras dan petir. Awalnya rai memilih digendong neneknya. Ya sudah gapapa. Aku bias mandi kalau begitu, pikirku. Tapi ketika aku mau beranjak keluar kamar, rai nangis nggak mau ditinggal emaknya. Jadilah aku yang gendong. Lalu, neneknya rai mau beresin piring. Rai nangis juga nggak mau ditinggal neneknya. Jadilah aku dan nenek rai gonta-ganti gendong rai, sesuai permintaan rai and sama-sama nggak bisa ke mana2.

 

Dalam hati aku bertanya2, kenapa rai begini? Jangan2 raihana kena sindrom bingung emak karena di situ ada aku dan neneknya. Pikirku lagi, mungkin rai bingung mana emaknya karena muka kedua orang di dekatnya ini ampir mirip. Hiks.

 

Tapi, apakah benar emang mirip?